[06/06, 11:45] Naning Zuliarti: / Lima Nasihat Penting Lukman Hakim Dalam Mendidik Anak /
Oleh: Deasy Rosnawaty (Muslimah Cinta Islam Lampung)
Lukmanul hakim adalah Lukman ibnu ‘Anqa’ ibnu Sadun. Beliau adalah seorang budak, penggembala kambing, berperawakan kurus, berkulit hitam, berhidung pesek dan berkaki kecil. Akan tetapi orang-orang senang bercakap-cakap dengan beliau, karena kalimat-kalimat yang beliau ucapkan senantiasa bermakna, penuh hikmah.
Itulah kemuliaan yang dianugerahkan Allah kepada Lukman. Firman Allah dalam surat Lukman (31) ayat 12 “Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."
Anugerah hikmah yang dimiliki Lukman inilah, yang membuatnya digelari al-Hakim. Hingga ia dikenal dengan sebutan Lukmanul hakim.
Suatu ketika ada yang bertanya tentang apa yang membuatnya memiliki hikmah. Maka Lukman pun menyebutkan hal-hal yang ia lakukan. Ia menahan pandangan, ia menjaga lisan, ia memperhatikan makanan yang ia makan, ia pelihara kemaluannya, berkata jujur, menunaikan janji, menghormati tamu, memenuhi tetangga dan meninggalkan segala hal yang tidak bermanfaat. Inilah sosok Lukmanul Hakim yang patut kita contoh.
Adapun bagaimana Lukman mendidik anaknya? Surat Lukman (31) ayat 13-19 menggambarkan potretnya. Menggambarkan apa saja yang diajarkan Lukman dan bagaimana cara Lukman mengajarkannya.
Ada lima hal yang diajarkan Lukman pada anaknya. Pertama, Lukman mengajarkan pemurnian aqidah. "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." T.Q.S Lukman (31) ayat 13.
Kedua, Lukman menyampaikan wasiat Allah agar manusia berbuat baik (memperlakukan dengan baik) kedua ibu bapaknya. Terutama ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapih selama dua tahun.
Meski demikian, seandainya kedua ibu bapak tersebut memaksa untuk berlaku syirik, dengan tegas Lukman berkata “Falaa tuti’huma” jangan ikuti keduanya. Namun “Shohib huma” bersahabatlah dengan keduanya di dunia ini dengan cara yang ma’ruf. Artinya, boleh melawan kehendak kedua orang tua dalam perkara syirik, namun wajib atas kita tetap mempergauli keduanya dengan baik. Tetap berkata baik, bersikap baik, melayani mereka dengan baik, dst.
Ketiga, Lukman mengajarkan kepada anaknya bagaimana konsep amal seorang muslim. Bahwa seorang muslim harus senantiasa melakukan kebaikan. Sebab kebaikan sekecil apa pun, sekalipun tersembunyi di dalam batu, tersimpan di langit dan terpendam di dalam bumi; Allah akan membalasnya. Karena Allah sangat detail dalam mengetahui segala sesuatu.
Firman Allah dalam surat Lukman (31) ayat 16, “(Lukman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”
Tak perlu khawatir, meski kebaikan kita tak tampak di mata manusia dan tak terdengar oleh telinga makhluk-Nya. Karena Allah pasti membalasnya. Begitu luar biasa totalitas amal yang diajarkan Lukman pada anaknya.
Keempat, Lukman memerintahkan anaknya menegakkan sholat, beramar ma’ruf nahi munkar dan bersabar atas apa yang menimpa. Firman Allah dalam surat Lukman (31) ayat 17, “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang besar dan berat (Azmil umur).”
Ada keterkaitan apa dalam tiga perintah ini; mendirikan shalat, amar ma’ruf nahi munkar dan bersabar, hingga Lukman menghimpunnya dalam satu poin nasehat? Surat al-Baqarah (2) ayat 45 menjawabnya. “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu…” Maksudnya jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong wahai orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar.
Sungguh luar biasa Lukman, ia mengajari anaknya untuk memikul tanggung jawab beramar ma’ruf nahi munkar. Memikul perkara besar dan berat (‘azmil umur). Perkara yang beresiko. Perkara yang memerlukan tekad, ketegaran dan ketetapan hati untuk melakukannya. Perkara yang tidak akan sanggup dipikul kecuali oleh orang-orang yang sabar dan orang-orang yang memiliki kedekatan kepada Allah, memiliki ruhiyah yang tinggi dengan memperbanyak menegakkan shalat.
Kelima, Lukman mengajarkan anaknya berakhlak yang baik. Tidak berlaku sombong, tidak berjalan dengan angkuh dan tidak berbicara dengan keras.
Inilah lima poin penting nasehat Lukman untuk anaknya. Dengan lima poin inilah, karakter seorang muslim dibentuk. Yautu ia hanya menjadikan Allah satu-satunya tujuan, tidak ada serikat. Ia berlaku baik pada kedua orang tua. Ia selalu beramal kebaikan dimanapun kapanpun. Ia kokoh bagai karang dalam menyampaikan kebenaran namun santun dalam sikap keseharian.
Semoga kita mampu seperti Lukman. Semoga anak-anak kita mampu kita bentuk dengan karakter hebat sebagaimana Lukman mementuk karakter anaknya.
Wallahu a’lam.
Diubah seperlunya dari : @MuslimahCintaIslam
——————————
/ Silakan share dengan mencantumkan sumber Muslimah News ID - Berkarya untuk Umat /
——————————
Follow kami di
Facebook: fb.com/MuslimahNewsID
Twitter: twitter.com/muslimahnewsid
Telegram: t.me/MuslimahNewsID
IG: instagram.com/MuslimahNewsID.
——————————
Grup WhatsApp: bit.ly/JoinWAMuslimahNewsID
——————————
[06/06, 11:45] Naning Zuliarti: LELAH
Ada 8 kelelahan yang disukai Allah SWT dan RasulNya :
1. Lelah dalam berjihad di jalan-Nya
(QS. 9:111)
2. Lelah dalam berda'wah/mengajak kepada kebaikan (QS.41:33)
3. Lelah dalam beribadah dan beramal sholeh (QS.29:69)
4. Lelah mengandung, melahirkan, menyusui. merawat dan mendidik putra/putri amanah Illahi (QS. 31:14)
5. Lelah dalam mencari nafkah halal
(QS. 62:10)
6. Lelah mengurus keluarga
(QS. 66:6)
7. Lelah dalam belajar/menuntut ilmu
(QS. 3:79)
8. Lelah dalam kesusahan, kekurangan dan sakit
(QS.2:155)
Semoga kelelahan dan kepayahan yang kita rasakan menjadi bagian yang disukai Allah dan RasulNya. Aamiin yaa Rabbal-'aalamiin
Lelah itu nikmat. Bagaimana mungkin? Logikanya bagaimana? Jika anda seorang ayah, yang seharian bekerja keras mencari nafkah sehingga pulang ke rumah dalam kelelahan yang sangat. Itu adalah nikmat Allah swt yang luar biasa, karena banyak orang yang saat ini menganggur dan bingung mencari kerja.
Jika anda seorang istri yang selalu kelelahan dengan tugas rumah tangga dan tugas melayani suami yang tidak pernah habis. Sungguh itu nikmat luar biasa, karena betapa banyak wanita sedang menanti-nanti untuk menjadi seorang istri, namun jodoh tak kunjung hadir.
Jika kita orang tua yang sangat lelah tiap hari, karena merawat dan mendidik anak-anak, sungguh itu nikmat yang luar biasa. Karena betapa banyak pasangan yang sedang menanti hadirnya buah hati, sementara Allah swt belum berkenan memberi amanah.
Lelah dalam Mencari Nafkah
Suatu ketika Nabi saw dan para sahabat melihat ada seorang laki-laki yang sangat rajin dan ulet dalam bekerja, seorang sahabat berkomentar: “Wahai Rasulullah, andai saja keuletannya itu dipergunakannya di jalan Allah.”
Rasulullah saw menjawab: “Apabila dia keluar mencari rezeki karena anaknya yang masih kecil, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena kedua orang tuanya yang sudah renta, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena dirinya sendiri supaya terjaga harga dirinya, maka dia di jalan Allah. Apabila dia keluar mencari rejeki karena riya’ dan kesombongan, maka dia di jalan setan.”
(Al-Mundziri, At-Targhîb wa At-Tarhîb).
Sungguh penghargaan yang luar biasa kepada siapa pun yang lelah bekerja mencari nafkah. Islam memandang bahwa usaha mencukupi kebutuhan hidup di dunia juga memiliki dimensi akhirat.
Bahkan secara khusus Rasulullah saw memberikan kabar gembira kepada siapa pun yang kelelahan dalam mencari rejeki. “Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan mencari rejeki pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni dosanya oleh Allah swt.”
Subhanallah, tidak ada yang sia-sia bagi seorang muslim, kecuali di dalamnya selalu ada keutamaan.
Kelelahan dalam bekerja bisa mengantarkan meraih kebahagiaan dunia berupa harta, di sisi lain dia mendapatkan keutamaan akhirat dengan terhapusnya dosa-dosa. Syaratnya bekerja dan lelah. Bukankah ini bukti tak terbantahkan, bahwa kelelahan ternyata nikmat yang luar biasa?
Kelelahan Mendidik Anak
Di hari kiamat kelak, ada sepasang orangtua yang diberi dua pakaian (teramat indah) yang belum pernah dikenakan oleh penduduk bumi.
Keduanya bingung dan bertanya: ”Dengan amalan apa kami bisa memperoleh pakaian seperti ini?” Dikatakan kepada mereka: “Dengan (kesabaran)mu dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anakmu.”
Merawat dan mendidik anak untuk menjadi generasi shaleh/shalehah bukan urusan yang mudah. Betapa berat dan sangat melelahkan. Harta saja tidak cukup.
Betapa banyak orang-orang kaya yang anaknya “gagal” karena mereka sibuk mencari harta, namun abai terhadap pendidikan anak. Mereka mengira dengan uang segalanya bisa diwujudkan. Namun, uang dibuat tidak berdaya saat anak-anak telah menjadi pendurhaka.
Berbahagialah manusia yang selama ini merasakan kelelahan dan berhati-hatilah yang tidak mau berlelah-lelah. Segala sesuatu ada hitungannya di sisi Allah swt. Kebaikan yang besar mendapat keutamaan, kebaikan kecil tidak akan pernah terlupakan.
Rasulullah saw bersabda:
“Pahalamu sesuai dengan kadar lelahmu.”
Allah swt akan selalu menilai dan menghitung dengan teliti dan tepat atas semua prestasi hidup kita, sebagaimana firman-Nya:
“Dan bahwasanya seorang manusia tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan di perlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”.
(QS. An-Najm: 39-41).
Mari kita mencari kelelahan yang diridhoi Allah.
*copas*
Baca selengkapnya....
Label:
Keluarga